Kamis, 07 Oktober 2010

Eboni Sulawesi

Kayu-hitam Sulawesi adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal dari keluarga eboni (suku Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros celebica, yakni diturunkan dari kata Celebes (Sulawesi).

Pohonnya lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m. Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir (akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan.

Daun tunggal terletak berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu.

Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman.

Pohon ini menghasilkan kayu yang berkualitas baik. Berwarna coklat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan, dalam perdagangan internasional kayu hitam Sulawesi ini dikenal sebagai Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black ebony. Nama-nama lainnya di Indonesia di antaranya kayu itam, toetandu, sora, kayu lotong, kayu maitong, dan lain-lain.

Kayu hitam Sulawesi terutama digunakan untuk furniture mahal, ukir-ukiran dan patung, alat musik (misalnya gitar dan piano), tongkat, dan kotak perhiasan.

Jenis ini hanya terdapat di Sulawesi di hutan primer pada tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik, dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Secara alami, kayu hitam Sulawesi ditemukan baik di hutan hujan tropika maupun di hutan musim.

Kayu ini telah diekspor ke luar negeri semenjak abad ke-18. Pasar utamanya adalah Jepang, dan juga Eropa dan Amerika Serikat.

Karena perkembangan populasi yang lambat dan karena tingginya tingkat eksploitasi di alam, kini kayu hitam Sulawesi telah terancam kepunahan. Ekspor kayu ini mencapai puncaknya pada tahun 1973 dengan jumlah sekitar 26,000 m3, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus menurun karena kekurangan stok di alam.

Untuk melindunginya, kini IUCN menetapkan statusnya sebagai vulnerable (rentan), dan CITES memasukkannya ke Apendiks 2.

Bahan Bacaan : Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and W.C. Wong (Eds.), 1995. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) No. 5(2) Timber Trees: Minor commercial timbers. Backhuys Publishers, Leiden.

Jumat, 01 Oktober 2010

Hutan Pendidikan Bengo-Bengo tempat menempuh Diri dan ilmu


Hutan Pendidikan Unhas yang terletak di Bengo-Bengo Kabupaten Maros adalah laboratorium alam yang selama ini digunakan sebagai tempat praktek dan penelitian mahasiswa dan dosen dalam proses pendidikan kehutanan di Jurusan Kehutanan Unhas. Hutan Pendidikan tersebut memiliki potensi fisik, potensi biologi, dan potensi social yang strategis untuk dikelola sebagai pusat pendidikan, penelitian, pelatihan, dan pelayanan kehutanan di Sulawesi Selatan dan Regional Kawasan Timur Wilayah Indonesia.

Aktivitas pendidikan yang berlangsung di hutan pendidikan Unhas selama ini masih didominasi oleh kegiatan praktek dan penelitian yang terkait dengan ilmu-ilmu kehutanan dasar seperti inventarisasi, perencanaan, ilmu ukur tanah, manajemen hutan, silvika, silvikultur, dendrologi, ekologi, serta social ekonomi masyarakat di sekitar hutan pendidikan. Aktivitas tersebut sejalan dengan kurikulum Jurusan Kehutanan yang masih berorientasi kepada pengelolaan hutan konvensional. Sejak dua tahun terakhir, mahasiswa juga telah melaksanakan Praktek Umum dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Profesi Kehutanan di Hutan Pendidikan dan desa-desa yang ada di sekitarnya, yang secara administratif berada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Cenrana, Kecamatan Camba, dan Kecamatan Mallawa.

Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin seluas 1.300 ha sangat strategis dan tepat untuk kegiatan pengembangan kehutanan, pusat pendidikan, penelitian, pelatihan, dan pelayanan kehutanan karena letaknya relatif 40± 63 km dari Makassar, berada di pinggir jalan propinsi ±dekat yakni km dari Bandara Internasional Hasanuddin Makassar, berdekatan dengan Cagar Alam Karaenta dan Bantimurung, berdekatan dengan calon lokasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, serta dikelilingi oleh desa-desa hutan dimana sebagian masyarakatnya berinteraksi dengan hutan pendidikan. Dengan demikian, peninjauan ilmiah ke hutan pendidikan ini dapat dikemas dalam satu paket dengan wisata alam pada kawasan taman nasional Bantimurung Bulusaraung.


lembah Ramma panorama indah




Lembah Ramma yang secara geografis terletak pada 119o54’56” BT dan 5017’45” LS. Berada dalam wilayah administratif kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Proses terbentuknya berasal dari formasi gunung api Lompobattang yang pecah (meletus) kemudian membentuk suatu lembah atau kawah. Kawah ini diminati oleh para pencinta alam untuk melakukan kegiatan-kegiatan alam bebas karena keindahan alamnya yang cukup memukau. Lembah Ramma merupakan salah satu lembah yang berada pada punggungan gunung Bawakaraeng.


GPS

Global Positioning System (GPS) adalah konstelasi dari 24 satelit NAVTAR (Navigation satellite Timing and Ranging) yang dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, semula untuk memenuhi kebutuhan militer dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu secara teliti dalam segala cuaca di daratan, lautan, dan udara. Dengan persetujuan US Congress, GPS kemudian dikembangkan untuk aplikasi non militer. Dalam sejarah perkembangannya, GPS merupakan proyek lanjutan dari sistem satelit TRANSIT atau satelit Doppler yang juga telah dikembangkan untuk aplikasi non militer.

GPS sebagai suatu sistem terdiri dari tiga segmen utama, yakni space segmen, control segmen, dan user segmen. Space segmen merupakan subsistem yang berada di angkasa, terdiri dari 24 satelit (21 aktif dan 3 cadangan) yang mengorbit pada ketinggian 20.200 km dari permukaan bumi. Dua puluh empat satelit tersebut mengorbit dalam enam bidang orbit, masing-masing bidang orbit memuat empat satelit. Dengan kontelasi satelit seperti tersebut, sembaran tempat di muka bumi akan dapat mengamati sekurang-kurangnya empat satelit pada setiap saat. Control segmen merupakan otak dari GPS. Sistem satelit GPS dikendalikan dari Falcon Air Base di Colorado Spring, Colorado USA. Segmen ini juga dilengkapi dengan empat stasiun monitoring dan empat stasiun distribusi. Masing-masing satelit akan melewati satsiun monitoring dua kali sehari. User atau pengguna adalah semua pengguna yang memanfaatkan sinyal satelit GPS untuk navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan receiver GPS dan perangkat lunaknya.

B. Sistem Kerja GPS

Teknik penentuan posisi GPS adalah dengan mengetahui dan mengukur jarak dan posisi beberapa satelit terhadap seceiver GPS, sehingga dari interseksi sinyal beberapa satelit akan didapat posisi tepat GPS receiver di bumi. Pengukuran berdasarkan sinyal tiga satelit hanya akan mendapat posisi 2D, sedangkan untuk mendapatkan hasil posisi 3D yang akurat dibutuhkan hasil pengamatan minimal 4 sinyal satelit. Terdapat tiga metode untk penentuan posisi yaitu :

  1. Autonomous

Mengumpulkan data posisi menggunakan receiver GPS tanpa melakukan koreksi. Banyak dilakukan oleh pemakai GPS tipe navigasi. Hasil akurasi yang diperoleh < 10 meter.

  1. Diferensial

Proses pengukuran posisi menggunakan receiver GPS lebih dari satu, dengan salah satu receiver sebagai base stasiun. Data base satasiun selanjutnya dipergunakan untuk mengoreksi data receiver lainnya yang bergerak (rover). Metode ini memberikan akurasi centimeter hingga 5 meter. Sinyal yang digunakan mempunyai kode L

  1. Phase diferensial

Teknik koreksi dengan menggunakan sinyal dengan kode P(Y) yang memberikan akurasi 10 cm – 30 cm.